Wto Sport – Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Provinsi DKI Jakarta mendorong pembentukan rancangan peraturan daerah (raperda) tentang pembebasan pajak bagi UMKM yang beromzet di bawah Rp1,3 juta.
“Kami mendorong Raperda tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang mengatur pembebasan Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) bagi pelaku dengan pendapatan di bawah Rp1,3 juta atau Rp500 juta per tahun,” kata Wakil Ketua Bapemperda DPRD DKI Jakarta Abdurrahman Suhaimi di gedung DPRD DKI Jakarta, Selasa.
Suhaimi menuturkan adanya usulan tersebut perlu dipertimbangkan mengingat munculnya Pasal 43 Ayat 2 dalam Raperda yang menyebutkan pelaku UMKM bebas pajak yang omzetnya tidak lebih dari Rp1 juta per hari atau Rp360 juta per tahun.
“Kita menginginkan masyarakat yang memiliki usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) bisa berkembang dengan baik, jadi jangan malah menambah beban mereka,” ujarnya.
Suhaimi berharap dengan adanya aturan dalam payung hukum tersebut, pertumbuhan ekonomi para pelaku UMKM di Jakarta bisa terus meningkat tanpa membebankan para pelaku usaha.
“Justru kalau perlu kita subsidi terus UMKM kita melalui peningkatan skill (keterampilan) dan alat-alat yang dibutuhkan,” ungkapnya.
Terlebih, menurut Suhaimi masih ada objek PBJT yang bisa dioptimalkan selain dari pajak UMKM, yakni keuntungan pajak layanan jasa (servis) makan minum di restoran, penyedia jasa boga atau katering, tenaga listrik, jasa perhotelan, jasa parkir dan jasa kesenian serta hiburan.
Lantaran selama ini pajak tersebut sepenuhnya masuk ke kas negara, oleh karena itu diusulkan adanya pembagian keuntungan (profit sharing).
Sementara, Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Provinsi DKI Jakarta Lusiana Herawati menyetujui untuk dilakukan pengecualian PBJT kepada UMKM dengan omzet kurang dari Rp500 juta per tahun.
“Semangatnya mendorong UMKM, tetapi yang dikenakan pajak masyarakat akhirnya kita ambil angka Rp500 juta dengan mengikuti aturan pemerintah pusat,” tutur Lusiana.
Sementara untuk pembagian keuntungan (profit sharing), Lusi menjelaskan pajak servisyang dikenal sebagai pajak pertambahan nilai (PPN) saat ini telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.
“PPN itu pajak pusat, ketentuannya itu ada di Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur bahwa PPN tidak diatur daerah,” tambahnya.