Wto Sport – Bagi seorang mantan penjaga pintu apartemen bernama Jay Hastings, tanggal 8 Desember 1980 adalah hari yang tidak akan pernah dia lupakan. Di apartemen Dakota kawasan Kota New York itulah mantan personel band The Beatles yaitu mendiang John Lennontewas tertembak pada empat dekade silam.
“Saya mengingat semuanya seperti baru kemarin,” kata Hastings merefleksikan peran yang dia mainkan selama momentum penting dalam sejarah musik itu kepada People, Sabtu (9/12).
Sejarah mencatat bahwa mendiang John Lennon ditembak oleh Mark David Chapman di depan gedung apartemen Upper West Side pada pukul 22:50 waktu lokal. Dia sempat dibawa ke RS Roosevelt terdekat kurang dari 10 menit kemudian dan dinyatakan meninggal pada saat kedatangan.
Pada malam nahas itu, Hastings mengatakan dia ingat penjaga pintu lainnya bernama Jose sempat bertemu dengan pelantun lagu “Strawberry Fields Forever” itu beberapa saat setelah Lennon ditembak.
“Saya bisa mendengar Jose di luar dan berkata, ‘Oh, Tuan Lennon.’ Kemudian boom, boom, pintu tertutup dan saya bisa mendengar derap langkah cepat menuju pintu masuk. Lalu saya berjalan ke konter tempat terdapat tombol keamanan tersembunyi untuk membuka kunci pintu, sehingga Anda bisa masuk ke Dakota,” kenang dia.
Hastings lantas berkata, “Saat saya berada di sana dengan jari saya di tombol, dia (Lennon) berlari, segera setelah mendengar suara tembakan, dan dia berkata, ‘Saya tertembak, saya tertembak’ dan dia berlari melewati saya ke kantor belakang dan pingsan begitu saja.”
Mencermati peristiwa tersebut, Hastings kemudian mengatakan bahwa dia dengan cepat memproses apa yang terjadi kendati tidak dapat mengukur tingkat keparahan luka tembak di tubuh Lennon.
“Saya tidak tahu seberapa parah dia tertembak. Saya pergi ke kantor belakang. Yoko (Ono, istri Lennon) ada di sana, tepat di belakangnya dan berteriak, ‘Panggil ambulans!'” beber Hastings.
Dia juga mengingat bahwa rekannya Jose telah menekan tombol panik yang ada di bilik penjaga pintu lewat pesan yang dikirimkan terus-menerus kepada pihak kepolisian. Dalam upaya untuk menghubungi polisi, Hastings menelepon 911 dari lobi Dakota.
Ketika Jose memberi tahu Hastings bahwa penyerang Lennon masih di luar dan tidak bersenjata, dia lantas mengambil sebuah tongkat di atas brankas dan menuruni tangga.
“Saya terus mengawasi orang itu karena saya takut dia akan melarikan diri,” ucap Hastings.
Saat mendekati Mark Chapman sang algojo Lennon, Hastings mengatakan bahwa Chapman tengah menghadap ke dinding dan melakukan sesuatu, seperti sedang membaca sebuah buku. Beberapa saat kemudian, dia ingat polisi datang yang awalnya berpikir bahwa Hastings adalah pelakunya.
“Saya terlihat sedikit gila karena tangan saya sudah berlumuran darah. Saya baru saja mengenakan kemeja, kemeja putih tanpa dasi,” jelas dia.
Tetapi Jose dengan cepat mengarahkan para petugas kepolisian untuk menangkap Chapman yang akhirnya dijatuhi hukuman 20 tahun karena telah menembak Lennon.
Reka ulang peristiwa tragis dalam catatan sejarah industri musik ini sedang ditayangkan dalam “John Lennon: Murder Without a Trial”, sebuah serial dokumenter Apple TV+ terdiri atas tiga bagian yang tayang perdana pada hari Rabu kemarin.
“Ada lebih banyak hal dalam cerita ini daripada seorang pria bersenjata yang tiba-tiba muncul, menekan pelatuk senjata, kemudian akhir cerita. Banyak orang jelas kehilangan seorang idola, namun yang pertama dan terpenting adalah dia seorang ayah dan suami,” tutur sutradara serial tersebut Nick Holt.