Wto Sport – Akademisi Institut Pertanian Bogor (IPB) University Prima Gandhi menilai bahwa program menanam padi di lahan rawa yang digagas Kementerian Pertanian merupakan bentuk adaptasi produksi beras di Indonesia sekaligus dapat menambah luas sawah baru.”Program ini juga sejalan dengan riset terbaru World Meteorological Organization (WMO) mengenai prediksi fenomena El Nino yang akan berlangsung hingga April 2024,” kata Gandhi di Jakarta, Kamis.Menurutnya, program menanam padi di lahan rawa akan menjadi penyelamat pertanian di masa depan. Hal tersebut didukung oleh potensi luas lahan rawa di Indonesia seluas 9,52 juta hektare yang dapat ditanami padi.”Lahan rawa ini mudah diakses. Secara topografi sekitar 90 persen lahan rawa Indonesia berada pada dataran rendah,” ujarnya.
Gandhi mengungkapkan bahwa lahan rawa yang dipersiapkan untuk menanam padi juga lebih adaptif. Selain itu, waktu tanam juga tidak memakan waktu yang lama.”Sudah banyak juga kisah sukses dari program tanam padi di lahan rawa ini. Ketika saya ikut dalam program menanam padi pada 750 hektare lahan rawa di Desa Jejangkit Muara, Kecamatan Jejangkit, Barito Kuala, Kalimantan Selatan, tahun 2018 lalu, mayoritas sekarang sudah banyak yang panen,” tuturnya.Gandhi optimistis kebijakan akselerasi luas tanam yang digagas Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman ini akan mampu menjadi penyokong utama ketersediaan beras di dalam negeri.Optimismenya itu didukungpotensi beras yang dihasilkan daripenanaman padi di lahan rawa ini sangat besar lantaran memiliki ketersediaan air secara insitu.
Dengan dukungan teknologi dan inovasi yang sudah tersedia saat ini, ujar Gandhi, kegiatan menanam padi di lahan rawa kini sudah lebih mudah dilakukan.”Bahkan bisa ditingkatkan indeks pertanamannya menjadi 3, yakni tanam dan panen padi tiga kali dalam setahun. Apalagi Indonesia memiliki banyak varietas unggul padi yang adaptif untuk rawa,” terangnya.Sedikitnya terdapat tiga puluh lima varietas padi unggul adaptif lahan rawa pasang surut dan rawa lebak. Varietas itu di antaranya inbrida padi rawa (Inpara) 2, Inpara 3, Inpara 8 dan Inpara 9, inbrida padi irigasi (Inpari) 32, Inpari 40 dan Inpari 42 Agritan, yang seluruhnya siap untuk dibudidayakan.”Tentunya belajar dari kekeringan panjang yang terjadi dua tahun belakangan yang menyebabkan hektaran sawah puso, ketersediaan air tidak dapat ditawar lagkarena lahan rawa ini memiliki cadangan air sekalipun musim kemarau panjang,” imbuh Gandhi.Bahkan menurutnya kualitas beras yang dihasilkan justru jauh lebih baik karena beras yang dihasilkan melalui penanaman padi di lahan rawa mineral, kaya akan Selenium (Se) dan Besi (Se). “Hal ini terjadi karena lahan rawa mengandung banyak endapan mineral,” sebutnya.
Tidak hanya itu, saluran air yang dibuat di kawasan rawa dapat berfungsi sebagai sarana transportasi bagi petani untuk membawa input dan hasil panen.Oleh karena itu, dia meminta program yang akan dijalankan di 2024 ini, benar-benar dimaksimalkan melalui perencanaan rawa presisi dimulai dari pengolahan data survei, investigasi, dan ketentuan dalam kriteria perencanaan lahan.”Kemudian manajemen tata kelola air di rawa dengan baik dalam hal pembangunan irigasi hingga penerapan mekanisasi teknologi pertanian modern,” sambungnya.Terkait kendala dalam pengairan, Gandhi menilai dapat diatasi dengan menjaga level air dengan sistem pompanisasi. Begitu juga pengapuran untuk mengatasi kadar asam yang tinggi, dan beberapa intervensi biologis untuk percepatan pembusukan jerami sebagai penambah unsur hara.”Keberhasilan adaptasi produksi pangan menyikapi El Nino dengan menanam padi di rawa yang dicanangkan Kementan patut kita dukung bersama untuk mewujudkan kembali Indonesia berswasembada beras di tahun 2025,” pungkas Gandhi.