Wto Sport – Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) memastikan perlindungan kepada para Pekerja Migran Indonesia (PMI) diberikan secara menyeluruh mulai dari sebelum berangkat, selama bekerja, hingga saat pulang ke Tanah Air.
“Perlindungan yang kita berikan tentu perlindungan paripurna. Artinya, perlindungan yang kita berikan kepada calon PMI maupun keluarganya, dimulai bahkan sebelum mereka berangkat, selama bekerja di sana, sampai pulang kembali,” ujar Deputi Bidang Penempatan dan Pelindungan Kawasan Asia dan Afrika BP2MI Agustinus Gatot Hermawan saat Rapat Koordinasi Lintas Sektoral BP2MI di Yogyakarta, Jumat.
Perlindungan yang diberikan BP2MI, kata dia, meliputi berbagai aspek mencakup hukum, sosial dan ekonomi.
Gatot menuturkan pekerja migran memiliki hak asasi manusia sama halnya dengan pekerja lainnya sehingga negara wajib memberikan perlindungan tanpa diskriminasi.
Menurut dia, BP2MI berupaya memposisikan PMI sebagai warga VIP sehingga perlindungan diberikan secara optimal dari ujung rambut sampai ujung kaki.
Hal itu ditekankan Gatot sejalan dengan program prioritas BP2MI karena selama ini stigma publik terhadap pekerja migran telah terbentuk dengan menganggap mereka sebagai pekerja rendahan.
“Banyak yang menganggap menjadi pekerja migran adalah pekerjaan yang rendah. Padahal tidaklah demikian, ucap dia.
Jika berangkat melalui jalur resmi, kata dia, BP2MI bakal mengharuskan pekerja migran benar-benar memahami mengenai potensi dan risikonya bekerja di luar negeri.
Dia juga berharap PMI mampu jadi pekerja yang humanis, bermartabat, mandiri, serta tidak dimobilisasi.
“Perlindungan optimal kami berikan karena PMI rawan dengan perdagangan orang, rawan mengalami eksploitasi ataupun PHK sepihak, maupun rawan pula mengalami kekerasan,” ujar dia.
Dalam kesempatan itu, Sekretaris Daerah DIY Beny Suharsono mengatakan penerapan hukuman ketat terhadap penempatan pekerja migran secara ilegal dan kegiatan mafia tenaga kerja harus dilakukan.
“Upaya memperkuat hukuman bagi pelaku mafia tenaga kerja dan memastikan penegakan hukum yang adil serta tegas terhadap praktik-praktik ilegal tentu juga perlu dilakukan,” kata Beny.
Selain itu, perlu dilakukan pula penguatan sistem penempatan resmi yang efektif guna mendorong penggunaan sistem penempatan resmi yang aman dan terverifikasi.
Dikatakan Beny, upaya dari segi transparansi dan pendidikan juga masuk dalam konsepsi perlindungan PMI.
Pada tahapan itu, diseminasi informasi dan pendidikan dilakukan dengan memberikan informasi yang jelas kepada calon tenaga kerja migran mengenai prosedur resmi, hak-hak mereka, dan risiko yang mungkin mereka hadapi.
“Kolaborasi antarpihak juga diperlukan yang meliputi kerja sama internasional, misalnya mengadakan kerja sama dengan negara-negara penerima tenaga kerja migran untuk memperkuat perlindungan mereka. Selain itu, kolaborasi dengan ‘stakeholders’ lokal yang melibatkan lembaga pemerintah, organisasi masyarakat, dan pihak swasta,” ujar Beny.