Wto Sport – Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika Semuel Abrijani Pangerapan mengatakan cara terbaik melawan hoaks di media sosial adalah dengan tidak mengklik atau membuka dan menyebarkannya.
“Makanya akun-akun yang menyebarkan konten hoaks itu kalau kita tidak membukanya dan tidak menyebarkannya, itu enggak laku. Paling bagus melawan hoaks dengan mendiamkan mereka, karena kalau konten mereka tidak dibuka, tidak ada yang baca, enggak laku juga dia,” ujar Semuel di Jakarta, Kamis.
Semuel mengatakan pihaknya selalu berkoordinasi dengan platform digital terkait pengawasan penyebaran informasi hoaks di ruang digital.
Apabila ditemukan konten yang terbukti berisi informasi hoaks, kata dia, Kementerian Kominfo akan meminta platform digital untuk men-take down konten tersebut, bahkan menutup akun penyebar.
“Jadi harus ada buktinya, pelanggarannya apa, lalu kita minta untuk dilakukan take down konten tersebut,” kata dia.
Lebih lanjut Semuel menilai saat ini penyebaran hoaks di platform terbuka seperti di media sosial relatif tidak terlalu mengkhawatirkan, karena begitu sebuah akun menyebarkan hoaks, warganet akan langsung berkomentar atau merundung akun tersebut karena telah menyebarkan berita tidak benar.
Hal yang patut dikhawatirkan menurutnya justru penyebaran hoaks di platform tertutup seperti grup WhatsApp karena dapat tersebar dengan cepat tanpa bisa segera terdeteksi.
“Kalau di sosial media kami tidak terlalu khawatir karena biasanya kalau ada hoaks itu langsung ramai dikomentari, langsung di-bully karena terbuka. Yang bahaya apabila disebarkan di komunikasi yang tertutup. Biasanya baru masuk ke kita ketika sudah menyebar, karena kalau komunikasi tertutup kan pemerintah tidak bisa masuk,” katanya.
Dalam kesempatan tersebut Semuel juga menyoroti bahaya hoaks yang mengadu domba dan mempertentangkan isu-isu sensitif seperti agama atau SARA. Dia menekankan perlunya pemantauan yang cermat dan tindakan tegas terhadap penyebaran hoaks semacam itu.
Semuel menambahkan bahwa platform media sosial memiliki kepentingan untuk menjaga kualitas demokrasi di Indonesia, yang merupakan negara ketiga terbesar di dunia dalam menjalankan demokrasi, setelah India dan Amerika Serikat.
“Jadi sekali lagi untuk melawan hoaks itu adalah dengan tidak membukanya dan tidak menyebarkannya. Jadi kalau menemui hoaks itu kita tabayun, cek dan ricek, dan jangan menyebarkan. Kita hukum penyebar hoaks itu dengan tidak mem-follow, tidak menyebarkan, dan tidak membuka konten-konten yang mereka sebarkan,” pungkas dia.