Wto Sport – Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung meminta segenap unsur kewilayahanmengembangkan sistem pengolahan sampahKang Empos (karung, ember dan kompos)sebagai upaya menekan volume sampah yang dibuang ke TPA Sarimukti agar masa kedaruratan sampah di kota itu segera bisa teratasi.
“Kita mengajak untuk mengubah pemikiran terhadap sampah ini. Sampah tidak dikumpul, diangkut dan dibuang. Tapi dikumpul, dipilah dan diolah. Sehingga menjadi penting kolaborasi dari semua pihak,” kata kata Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Bandung, Dudy Prayudi di Bandung, Ahad.
Dudy mengatakan pihaknya telah menyiapkan anggaran di masing-masing kewilayahan untuk membuat metode pengolahan sampah menggunakan model sederhana yaitu Kang Empos (karung, ember dan kompos).
“Pada masa kedaruratan ini, Pemkot Bandung melalui anggaran di kelurahan, menyiapkan 20 persen di masing-masing kelurahan untuk menyiapkan sarana prasarana berupa Kang Empos,” katanya.
Dia berharap dengan sistem pengolahan ini bisa menyelesaikan persoalan sampah, terutama sampah organik yang bisa tuntas di level rumah tangga.
“Masalah sampah organik, sampah ini komposisinya paling besar. Mungkin 50-60 persen sampah adalah sampah organik. Oleh karenanya program pemerintah di masa kedaruratan ini, bagaimana kita bisa mengolah sampah secara berjenjang atau skala panjang,” kata dia.
Lebih lanjut, ia mengatakan sampah organik seharusnya tidak harus diangkut ke TPA Sarimukti, Kabupaten Bandung Barat, yang saat ini masih belum beroperasi secara normal agar volume sampah di Kota Bandung tidak semakin menggunung.
“Bagaimana pada masa darurat ini menjadi momentum bagi kita untuk mengubah pemikiran. Kita harus punya strategi menyelesaikan sampah dari sumbernya,” kata Dudy.
Selain itu, kata dia, untuk mendukung penyelesaian sampah di level kewilayahan, pemerintah kota juga telah menggulirkan program padat karya untuk pengolahan sampah organik dan sebanyak 604 orang direkrut untuk menjadi relawan yang disebar ke 151 kelurahan di Kota Bandung.
“Nanti untuk sampah organik di kelurahan tersebut tidak usah dibuang ke tempat pembuangan sementara (TPS). Tapi diolah dan tinggal masyarakat memilah sampah dan diolah oleh tenaga pengolah sampah,” ujarnya.
Dengan hadirnya para relawan, kataDudy, diharapkan dapat menjadi pendorong masyarakat untuk dapat memilah dan mengelola sampahnya secara mandiri mulai dari sumber.
“Di Kota Bandung ada 272 RW jadi kawasan bebas sampah (KBS). Ini yang ingin kita replikasi ke seluruh RW di Kota Bandung. Para pemuda peduli lingkungan harus beraksi sebagai langkah preventif,” katanya.*