Wto Sport – Di balik hamparan hijau dan keindahan alam yang memesona, tersembunyi sebuah tradisi daerah yang menggugah selera. Mahumbal nama yang mungkin masih asing di telinga banyak orang, namun di dalamnya mengandung kekayaan budaya yang tak ternilai.
Saat itu, Matahari bersinar menyinari jalan yang dilewati sekelompok pemuda dari Suku Dayak Meratus saat melangkah masuk ke dalam hutan Pegunungan Meratus di Dusun Pantai Mangkiling, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan.
Ketiga pemuda bernama Syahran, Faisal, dan Amat itu menyusuri jalan tanah berbatu sepanjang 800 meter yang dikelilingi pepohonan rimbun ditumbuhi lumut hijau yang menjadi ciri khas hutan hujan tropis di Pegunungan Meratus.
Sekelompok pemuda itu tiba di sungai untuk mencari ikan dimakan bersama-sama dan pohon bambu jenis buluh sebagai media memasak.
Satu jam berlalu tiga pemuda yang mencari buluh itu kembali dengan membawa ikan yang dicari di sungai. Mereka mengumpulkan dan membersihkan ikan tersebut.
Tidak hanya itu, persiapan lebih lanjut pun dilakukan. Syahran, salah seorang dari tiga pemuda tersebut, dengan penuh semangat menjelaskan langkah-langkah selanjutnya.Mereka akan menyiapkan beras buyung jenis padi yang tumbuh di daerah pegunungan, yang akan menjadi dasar hidangan. Rempah-rempah alami juga diperlukan untuk memberikan cita rasa khas, serta daun lirik yang akan digunakan sebagai pembungkus untuk menjaga aroma dan kelezatan hidangan.
Semua bahan menu makanan itu dicampur, kemudian dimasukkan ke dalam bambu sepanjang 40 sentimeter untuk dibakar menjadi mahumbal. Beras, lauk, dan bumbu alam di dalam bambu yang dibakar selama 15 menit itu diperkirakan sudah masak menjadi nasi humbal.
“Wangi masakan khas nasi humbal dengan iwak bapalan akan terasa,” ungkap Faisal.
Nasi humbal dengan iwak bapalan yang telah masak akan mengeluarkan aroma khas nasi berbalut daun lirik, kemudian bambu dibelah sebelum siap untuk disajikan dan disantap dengan rasa gurih, meskipun tanpa sayur mayur.
Amat yang asli pemuda lokal menuturkan mahumbal merupakan makanan alternatif masyarakat Dayak dengan media masak bambu, beras buyung (beras gunung), dan bumbu alam, seperti daun lirik sebagai pembungkus, serta rempah-rempah yang mudah di dapat saat berada di dalam hutan Pegunungan Meratus.
Mahumbal disajikan dengan iwak bapalan atau lauk pelengkap, seperti ikan sungai, ayam, dan lainnya. Hasilnya, makanan ini akan terasa lebih nikmat untuk disantap dengan aroma khasnya.
Kuliner dengan sensasirasa unik itu pun menjadi menu makanan alternatif dan tradisional bagi kearifan lokal masyarakat Dayak Meratus Kalimantan Selatan.
Mahumbal atau nasi humbal dengan iwak bapalan (ikan lauk) sebuah praktik unik memasak nasi di dalam bambu. Ini bukan sekadar proses kuliner, melainkan juga sebuah upacara yang sarat makna dan warisan leluhur yang dijunjung tinggi.
Dengan setiap gigitan nasi aromatik yang terasa, cerita panjang sebuah komunitas dan kehidupan masa lalu pun turut terungkap. Kuliner IKN
Pemerintahtelah memutuskanmemindahkan Ibu Kota Negara dari DKI Jakarta ke Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Kalimantan Timur.
Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) yang menjadi daerah penyangga IKN Nusantara Kaltim, dengan jarak 217 kilometer, dapat ditempuh kurang lebih 5–8 jam perjalanan darat menggunakan kendaraan bermotor.
Secercah harapan dan keberkahan bagi masyarakat Borneo atau Kalimantan terkait pemindahan Ibu Kota Negara tersebut.
Masyarakat Kalsel berharap dapat mengoptimalkan sumber daya budaya, alam, dan kuliner, seperti Mahumbal.
Masyarakat Suku Dayak Meratus Kalsel berpeluang mendapatkan anugerah atas keberadaan IKN Nusantara itu.
Kalsel yang dijuluki “Bumi Lambung Mangkurat” sebagai etalase IKN Nusantara, turut berbenah untuk mengoptimalkan sumber daya manusia serta sumber daya alam termasuk potensi budaya dan kearifan lokal sukunya.
Salah satu daya tarik kearifan lokal Dayak Meratus, yakni tradisi Mahumbal yang berpeluang menjadi kuliner khas Kalsel sehingga pemerintah daerah setempat melalui Festival Mahumbal menjadikan kegiatan itu agenda tahunan yang diselenggarakan di Kecamatan Loksado, Kabupaten Hulu Sungai Selatan.
Terlebih, masyarakat suku Dayak Pegunungan Meratus memiliki tradisi memasak yang hingga kini masih dilestarikan secara turun temurun, yakni mahumbal dengan iwak bapalan.
Dahulu, mahumbal ini menjadi alat utama untuk memasak di setiap rumah karena pada masa tersebut belum ada alat masak modern seperti sekarang. Mahumbal dengan iwak bapalan menjadi satu-satunya masakan yang mereka miliki, ungkap Ketua Posko Meratus Kasman Susanto.
Tradisi memasak khas Suku Dayak ini telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat di Pegunungan Meratus. Hingga kini, tradisi ini masih dipraktikkan ketika mereka membuka ladang, berburu, atau berada di dalam hutan.
Bahan masakan yang digunakan untuk mahumbal berasal dari alam, terutama yang ditemukan di hutan. Bambu jenis buluh digunakan sebagai alat memasak, sedangkan bumbu penyedap rasanya berasal dari daun sangkulipat yang memberikan rasa asamseperti tomatserta rempah-rempah lainnya yang juga diperoleh dari alam.
Pohon bambu buluh yang digunakan biasanya berumur 4 sampai 6 bulan. Bambu ini dipotong menjadi satu ruas dan dimasak selama 15 sampai 20 menittergantung besar-kecil perapiannya.
Tak hanya berperan dalam aktivitas sehari-hari, mahumbal juga memiliki fungsi dalam ritual adat Suku Dayak Meratus, salah satunya dalam ritual “Basahut Janji”.
Tidak semua orang dapat mengolah mahumbal. Hanya beberapa individu yang memiliki keahlian khusus yang dapat melakukannya, terutama saat acara ritual.
Salah seorang tokoh Dayak Meratus Sumiati menginginkan tradisi mahumbal, begitu erat dengan budaya masyarakat Dayak Meratus, bahkan tidak hanya suku Dayak Meratus saja hampir semua suku Dayak yang bermukim di Pegunungan di Kalimantan. Hal ini menjadikan mahumbal sebagai salah satu alternatif makanan ketika berada di dalam hutan.
Kuliner khas Dayak ini kelak tidak hanya menjadi daya tarik bagi wisatawan yang mengunjungi Kalimantan, tetapi juga menjadi bagian dari menu masakan di IKN Nusantara pada masa mendatang.
Jadi, kehadiran IKN Nusantara tidak hanyamenjadi magnet kemajuan bagi kawasan sekitar, tetapi juga bakal memberi peluang budaya, termasuk makanan khas setempat, untuk berkembang dan dikenal lebih luas.