Wto Sport – Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Inarno Djajadi mengatakan pemerintah Indonesia masih membutuhkan anggaran sebesar 5,7 miliar dolar AS atau sekitar Rp81,6 triliun per tahun untuk mendukung transisi ke energi yang ramah lingkungan.
“OJK dan kementerian lainnya terus berdialog tentang bagaimana menyeimbangkan proses transisi menuju ekonomi hijau sambil mempertahankan pertumbuhan,” kata Inarno dalam Mandiri Sustainable Forum di Jakarta, Kamis.
Untuk menutup kesenjangan anggaran transisi energi dan mengurangi dampak negatif perubahan iklim, OJK telah mengambil beberapa langkah sejak 2015, salah satunya dengan menerbitkan Peta Jalan Keuangan Berkelanjutan 2015-2019,
“Sebagai hasil dari peta jalan berkelanjutan fase satu, kami telah mampu menetapkan peraturan keuangan berkelanjutan, peraturan obligasi hijau atau greenbond, dan pedoman penerapan dan pelaporan keuangan berkelanjutan,” kata Inarno.
OJK juga telah menerbitkan Peta Jalan Keuangan Berkelanjutan 2021-2025 yang bertujuan memperkuat ekosistem keuangan berkelanjutan, yang juga menjadi landasan peluncuran taksonomi hijau pada 2020 yang kini telah berkembang menjadi taksonomi berkelanjutan.
Pada 2023 OJK meluncurkan Peraturan OJK Nomor 14 Tahun 2023 tentang Perdagangan Karbon Melalui Bursa Karbon dan bursa karbon diluncurkan pada 26 September 2023 lalu.
“Bursa karbon diharapkan menjadi pusat perdagangan karbon global, karena sejalan dengan strategi nasional untuk pengembangan pasar keuangan,” katanya.
Penerbitan obligasi ramah lingkungan di dalam negeri juga terus bertumbuh dengan pasar mencapai lebih dari Rp20 triliun.
Selain itu, saat ini 13 manajer investasi telah menggunakan Indeks Sri Kehati untuk menerbitkan reksa dana yang menerapkan prinsip Environmental, Sustainable, and Governance dengan total pasar senilai Rp6 triliun.
“Terlepas dari tantangan-tantangan perekonomian berkelanjutan Indonesia mempunyai potensi untuk memerangi dampak negatif perubahan iklim dan mencapai target emisi karbon nol,” katanya.