Wto Sport – Istri calon presiden (capres) nomor urut 3 Ganjar Pranowo, Siti Atikoh Supriyanti, memberikan semangat kepada para perempuan di Muslimat Nahdatul Ulama (NU) agar kuat dan bersatu menghadapi kemungkinan berbagai intimidasi maupun upaya menakut-nakuti jelang Pilpres 2024.
“Kepada ibu-ibu penggerak, kita harus bergandengan tangan kompak, kita jangan takut misalnya ada intimidasi,” kata Atikoh dalam keterangan tertulis yang diterima Antara di Jakarta, Selasa.
Pernyataan itu disampaikan oleh Siti Atikoh dalam safari politik di Kota Ciamis dan Kota Banjar, Jawa Barat, Selasa.
Di Ciamis, Atikoh hadir dalam acara Silaturami Perempuan Nahdliyin se-Kabupaten Ciamis di Pondok Pesantren Miftahul Ulum, Ciamis, Jawa Barat. Setelah itu, Atikoh hadir di Pengajian Ibu-ibu Muslimat Kota Banjar, Pondok Pesantren Mujtahidin As Sanusiyah Banjar. Peserta kedua silaturahmi itu adalah ibu-ibu dari Muslimat NU, maupun santri perempuan.
“Mohon maaf ibu ada kemungkinan kita diintimidasi, tak usah goyah, kita tidak akan goyah, kita perempuan adalah perempuan yang tangguh, perempuan yang kuat, tidak mudah tergoyahkan, yang penting kita berjalan di jalan kebenaran, kita memperjuangkan kebenaran dan untuk kemaslahatan umat,” tegas Atikoh.
Dikatakan Atikoh, dirinya bersama para perempuan Muslimat NU akan terus bersama agar Indonesia semakin berdaya.
Berbicara perempuan, Atikoh menegaskan keyakinannya bahwa perempuan adalah sebagai tiang negara. Maka jika perempuannya kuat, maka negara juga akan kuat.
Karena itu, perempuan harus mendidik dan dididik secara dini. Anak-anak perempuan yang menggali ilmu di berbagai sekolah, termasuk yang berbasis keagamaan seperti pesantren, harus dibantu agar bisa menimba ilmu setinggi mungkin.
Maka memastikan perempuan mendapat pendidikan menjadi penting. Dalam konteks itu pula, dukungan kepada lembaga pendidikan formal maupun informal keagamaan harus diperkuat.
“Karena kalau bidang pendidikannya kuat, kalau kita bicara daya kompetitif sebuah negara, daya kompetisi anak bangsa, itu harus kuat pendidikannya, baik pendidikan di rumah,” ujarnya.
Dalam kaitan itu pula, Atikoh menilai perlunya memberikan perhatian dan regulasi khusus untuk memperhatikan lembaga pendidikan informal berbasis keagamaan.
“Kalau pendidikan formal itu jelas. Mungkin kalau ada yang bekerja di pabrik ada UMR, kalau guru ada gaji. Tetapi kalau guru ngaji, kemudian yang bergerak di bidang PAUD, itu belum ada aturan. Ini menjadi PR juga bagi kita semua,” ujarnya.
Atikoh mengatakan kerap kali yang diperhatikan hanya sekedar bagaimana membantu asupan gizi ke anak harus lengkap, namun melupakan asupan mental dan rohani.
“Jadi jangan hanya bekal asupan gizi tetapi juga asupan mental dan rohani harus jadi tanggung jawab kita bersama,” tuturnya.